Selasa, 31 Juli 2012

JUJURLAH ...


KeJUJURan itu adalah suatu keharusan.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menegaskan, “Berlaku JUJURlah, karena sesungguhnya keJUJURan itu menuntun kepada kebaikan, dan sesungguhnya keJUJURan itu menuntun ke SURGA. Dan jauhilah DUSTA, karena dusta itu menyeret kepada DOSA dan keMUNGKARan, dan sesungguhnya dosa itu menuntun ke NERAKA.” (HR Bukhari).

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang JUJUR.” (At-Taubah: 119)

“Jikalau mereka JUJUR (imannya) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad: 21)

Dan Allah subhanahu wata’ala juga berfirman di akhir surat Al-Ma’idah:

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang JUJUR atas keJUJURan mereka, bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Al-Ma’idah: 119)

Inilah keadaan orang-orang yang JUJUR,

Orang-orang yang JUJUR kepada Allah dalam menunaikan kewajiban yang dibebankan dan orang-orang yang JUJUR meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh-Nya,

JUJUR dalam kesungguhannya untuk berbuat kebajikan dan bersegeranya dalam mengerjakan kebajikan tersebut,

Dan JUJUR bersama dengan teman dekatnya, dalam beramar ma’ruf nahi munkar, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Dan adalah orang-orang yang beriman baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan sebagian mereka adalah pelindung bagi sebagian yang lain, mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan mendapatkan rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

JUJUR bahwa sesungguhnya kita berada di negeri yang menipu, penuh dengan fitnah (ujian), syahwat, dan godaan. Negeri yang mengajak manusia untuk mengerjakan sesuatu yang diharamkan Allah,

“Dan tidaklah dunia itu kecuali hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

JUJUR untuk berhati-hati selama masih hidup di dunia ini, untuk tetap bersama dengan orang-orang yang baik dan menjauhi teman bergaul yang jelek.

JUJUR dengan takut akan ringannya timbangan amalan, takut akan diberikannya catatan amalan dari arah kiri, karena sesungguhnya itu semua adalah musibah yang besar,

JUJUR untuk bersemangat menjalani amalan yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan dan keberhasilan, yang bisa memberatkan timbangan amalan dan diberikannya catatan amalan dari arah kanan, sehingga menjadi orang yang sukses dan berhasil.

JUJUR untuk bersungguh-sungguh berjihad melawan hawa nafsu, tidak enggan, bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Rabb, menjauhi segala bentuk maksiat kepada-Nya, dan tidak menyia-nyiakan waktu hidup di dunia.

JUJUR bahwa tanpa kesungguhan dan usaha keras tidak akan mendapat surga, bahkan akan terjerumus ke dalam kebinasaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Seluruh ummatku akan masuk surga kecuali orang-orang yang enggan. Maka dikatakan kepada beliau: Wahai Rasulullah siapa orang-orang yang enggan itu? Beliau bersabda: Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia akan masuk surga dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh dia telah enggan.” (HR Bukhari)

Dan Allah subhanahu wata’ala juga berfirman:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imran : 142)

“Dan benar-benar Kami akan menguji kalian sampai Kami tahu siapa yang benar-benar berjihad (bersungguh-sungguh) dan sabar di antara kalian dan akan Kami kabarkan keadaan kalian.” (Muhammad: 31).

“Barangsiapa bersungguh-sungguh maka sesungguhya dia telah bersungguh-sungguh untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sesuatupun dari alam semesta ini.” (Al-’Ankabut: 6)

JUJUR bahwa Allah hanya akan bersama dan menolong orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam beragama.

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Kami, maka sungguh-sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang berbuat baik.” (Al-’Ankabut: 69).

JANGAN ADA DUSTA...

Dan menDUSTAkan itu semua... akan menyesatkan, merendahkan diri dan berakhir dengan kebinasaan.

"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kamiberikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab),kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda) maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang menDUSTAkan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.

Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang menDUSTAkan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi." (Al A'raf : 175-178)

“Sesungguhnya orang-orang yang menDUSTAkan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit (ampunan) dan mereka tidak (pula) masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum (hal yg tidak mungkin). Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat kejahatan.” (Qs. al-A’raaf [7]:40).

Wallahu a'lam bishowab.





Sumber: 
Strawberry

Senin, 30 Juli 2012

Yakinlah! Di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan yang Begitu Dekat

Seringkali kita berputus asa tatkala mendapatkan kesulitan atau cobaan. Padahal Allah telah memberi janji bahwa di balik kesulitan, pasti ada jalan keluar yang begitu dekat.

Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 5)

Ayat ini pun diulang setelah itu,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 6)

Mengenai ayat di atas, ada beberapa faedah yang bisa kita ambil:

Pertama: Di balik satu kesulitan, ada dua kemudahan

Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah diulang, maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.

Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan) kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang.[1] Ini berarti ada satu kesulitan dan ada dua kemudahan.

Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang lemah, namun maknanya benar[2]. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua kemudahan.

Note: Mungkin sebagian orang yang belum pernah mempelajari bahasa Arab kurang paham dengan istilah di atas. Namun itulah keunggulan orang yang paham bahasa Arab, dalam memahami ayat akan berbeda dengan orang yang tidak memahaminya. Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah membekali diri dengan ilmu alat ini. Di antara manfaatnya, seseorang akan memahami Al Qur’an lebih mudah dan pemahamannya pun begitu berbeda dengan orang yang tidak paham bahasa Arab. Semoga Allah memberi kemudahan.

Kedua: Akhir berbagai kesulitan adalah kemudahan

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.”[3] Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu (after a storm comes a calm), yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar.”

Ketiga: Di balik kesulitan, ada kemudahan yang begitu dekat

Dalam ayat di atas, digunakan kata ma’a, yang asalnya bermakna “bersama”. Artinya, “kemudahan akan selalu menyertai kesulitan”. Oleh karena itu, para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang dhob (yang berlika-liku dan sempit, pen), kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut.”[4] Padahal lubang binatang dhob begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku (zig-zag). Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun.

Allah Ta’ala berfirman,

سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7) Ibnul Jauziy, Asy Syaukani dan ahli tafsir lainnya mengatakan, “Setelah kesempitan dan kesulitan, akan ada kemudahan dan kelapangan.”[5] Ibnu Katsir mengatakan, ”Janji Allah itu pasti dan tidak mungkin Dia mengingkarinya.”[6]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً

“Bersama kesulitan, ada kemudahan.”[7] Oleh karena itu, masihkah ada keraguan dengan janji Allah dan Rasul-Nya ini?

Rahasia Mengapa di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan yang Begitu Dekat

Ibnu Rajab telah mengisyaratkan hal ini. Beliau berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba akan menjadi putus asa dan demikianlah keadaan makhluk yang tidak bisa keluar dari kesulitan. Akhirnya, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Inilah hakekat tawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab terbesar keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).”[8] Inilah rahasia yang sebagian kita mungkin belum mengetahuinya. Jadi intinya, tawakkal lah yang menjadi sebab terbesar seseorang keluar dari kesulitan dan kesempitan.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang yang sabar dalam menghadapi setiap ketentuan-Mu. Jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang selalu bertawakkal dan bergantung pada-Mu. Amin Ya Mujibas Saa-ilin.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

-Begitu nikmat setiap hari dapat menggali faedah dari sebuah ayat. Semoga hati ini tidak lalai dari mengingat-Nya

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (rumaysho,com)

Empat Pekerjaan Paling Sulit




Dari Sayyidina Ali RA, sesungguhnya pekerjaan yang paling sulit dilakukan ada empat: (yaitu) memberi maaf ketika marah, bersikap dermawan ketika dalam kesusahan, bersikap ksatria ketika sedang sendirian, dan berkata benar kepada orang yang ditakuti atau disayangi.

Kualitas kepribadian seorang muslim sangat ditentukan oleh sejauh mana ia konsisten berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran, bahkan ketika berada dalam situasi sulit, rumit, dan dilematis sekalipun. Tak ada alasan bagi seorang muslim untuk menghindar dari situasi itu, selagi mampu membuatnya menjadi lebih dekat kepada Allah SWT.

Setidaknya, ada empat pekerjaan yang paling sulit dilakukan, seperti dijelaskan dalam riwayat dari Sayyidina Ali RA di atas. Empat pekerjaan sulit itu, sejatinya menjadi tolak ukur kualitas keimanan seseorang. Seorang muslim yang mampu melakukannya dengan baik, sesungguhnya ia dapat dikategorikan sebagai muslim dengan tingkat keimanan sangat tinggi. Demikian sebaliknya.
Berikut ini uraiannya:

Memberi Maaf Ketika Marah

Dalam situasi normal, memberi maaf mudah dilakukan. Tapi, ketika kita sedang dipuncak amarah, alih-alih mau memberi maaf, malah bisa jadi sebaliknya melakukan balas dendam.

Setelah menumpahkan kemarahan, biasanya batin terasa terobati. Kita merasa senang, menang. Padahal, itu hanya sementara, dan perasaan yang datang kemudian justru sebaliknya. Kita selalu akan dihantui rasa bersalah, atau merasa diri kita lebih buruk dari sebelumnya. Disadari atau tidak, tindakan balas dendam, sesungguhnya bertentangan dengan hati nurani.

Bagi muslim sejati, ikhlas memberi maaf akan dilakukan dalam situasi dan kondisi apapun. Tak terkecuali ketika sedang marah. Walau bagi sebagian orang tindakan memaafkan terasa menyesakkan dada, tapi seorang muslim harus menyadari bahwa memberi maaf, apalagi dilakukan ketika sedang marah, akan mempercepat proses turunnya rahmat dan ampunan Allah yang bermuara pada ketenangan batin.

Bahkan, Allah menjanjikan hadiah khusus berupa bidadari jelita di surga bagi orang yang mau memberi maaf ketika marah. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menahan marahnya, padahal ia sanggup untuk melampiaskannya, maka Allah kelak akan memanggilnya pada hari Kiamat di hadapan segala makhluk hingga ia diberi hak memilih bidadari yang disukainya.” (HR. Tirmidzi)

Selain meraih pahala, memberi maaf dapat menjadi obat mujarab untuk mengobati penyakit psikologis. Memberi maaf bisa membebaskan diri kita dari rasa marah, depresi, kesal, bahkan bisa mendongkrak rasa percaya diri. Juga, kita tidak akan mudah terjebak pada lingkaran dendam yang berkepanjangan. Inilah sesungguhnya modal utama untuk mencapai hidup bahagia, harmonis, dan tentram.

Kemampuan memberi maaf menjadi pertanda ”keberanian” seorang muslim untuk mempererat ikatan ukhuwah islamiyah. Sekaligus ”keberanian” untuk mengakui kelemahan dan kealpaan diri. Patut diingat, keberanian seseorang bukan diukur dari keberaniannya untuk berkelahi, tapi ditentukan oleh kemampuan mengendalikan diri dan memberi maaf ketika sedang marah.

Memberi maaf sejatinya juga adalah cara terbaik untuk berdamai dengan diri sendiri, sekaligus menjadi modal penting bagi terciptanya kedamaian sosial.

Dermawan Saat Kesusahan

Sikap dermawan bisa diartikan sebagai sikap murah hati. Sikap ini muncul sebagai panggilan nurani seseorang saat melihat orang lain berada dalam kondisi butuh pertolongan. Ketika seorang tetangga tiba-tiba jatuh miskin atau terkena penyakit kronis misalnya, seorang dermawan sejati akan refleks terketuk hati turut membantu meringankan beban tetangganya itu.

Masalahnya, bagaimana kalau tetangga yang tertimpa musibah itu musuh atau orang yang secara ideologis berseberangan dengan kita? Tetapkah kita membantu atau membiarkannya dalam nestapa? Kalau kita sampai bersikukuh tidak membantunya karena berbagai alasan, maka saat itu pula kita mesti melepas gelar kedermawan, atau paling tidak mempertanyakan motif kedermawanan kita.

Seorang dermawan sejati, tak akan pernah memandang ”status” objek yang akan dibantunya. Karena kedermawanan murni untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, bukan kepentingan tertentu, apalagi didasari unsur riya`. Ingin pamer kekayaan.

Memang, sulit rasanya mendermakan harta kepada seseorang yang menjadi ”musuh” kita. Tapi, kalau itu dilakukan, dan dibarengi rasa ikhlas untuk membantu, insyâ`allâh pintu hati musuh kita akan Allah buka dan akhirnya ia akan menjadi ”teman baik” yang loyal kepada kita selamanya.

Perlu kita mencermati riwayat berikut ini: Suatu ketika Abu Qatadah datang menagih utang kepada Abdullah yang selalu berusaha menghindar, namun akhirnya bertemu juga. Abdullah lantas mengaku, ”Aku benar-benar dalam keadaan yang sangat sulit.” ”Kamu mau bersumpah?” balas Abu Qatadah. Abdullah menjawab, ”Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa ingin Allah bebas dari huru-hara hari Kiamat, maka hendaklah ia melapangkan orang yang dalam kesempitan atau memaafkan (tidak menagih piutangnya).” (HR. Muslim)

Jelaslah, harta kekayaan yang mengalir dari sikap kedermawan, sungguh akan menjadi perisai dan payung pengaman kiya yang akan melindungi dari huru-hara alam akhirat kelak.

Ksatria Saat Sendiri

Bersikap ksatria ketika sedang sendirian, artinya bagaimana kita jujur kepada diri sendiri, mampu mengendalikan hawa nafsu, dan yang terpenting, merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-gerik kita.

Sikap ini sungguh sangat sulit dilakukan. Apalagi bagi remaja yang tengah puber, atau mereka yang selalu ”ragu” bahwa Allah hadir di lubuk hatinya.

Perlu disadari, ketika kita sendirian, sebetulnya kita tengah ditemani seorang kawan bernama setan. Ia akan membisiki hati kecil kita agar melakukan maksiat. Tanpa iman yang kuat, kita akan mudah terbuai bujuk rayu setan, yang akan menjerumuskan kita pada lubang maksiat. Ia akan menggunakan segala taktik licik untuk memperdayai kita, dan tak akan pernah mundur sampai berhasil menaklukkan kita.

Di sinilah penting upaya memperbanyak dzikrullâh ketika sedang sendirian. Biasakan membaca tasbîh, tahmîd, tahlîl, takbîr, istighfâr, dan shalawat, agar hati senantiasa ”hidup” dan “nyambung” dengan Allah. Inilah syarat pertama agar Allah senantiasa melindungi kita. Jika dzikrullâh sudah menjadi ”jiwa” kita, tak perlu lagi ada kekhawatiran kita akan terjebak pada perbuatan maksiat, sekalipun ketika sedang sendirian.

Agar kesendirian berbuah pahala dari Allah, penting mengisinya dengan hal-hal produktif, seperti beribadah, belajar, dan aktivitas pribadi lainnya. Di luar itu, kita perlu waspada bahwa waktu kosong dan kesendirian senantiasa menyimpan ”bom waktu” yang siap meledakkan kepribadian kita.

Berkata Benar kepada Siapapun

Berkata benar tak semudah membalik tangan, apalagi jika perkataan itu ditujukan kepada orang yang paling kita takuti atau sayangi. Terutama kepada orang yang kita khawwatir akan terganggu atau tidak berkenan dengan perkataan itu.

Perkataan benar sering menimbulkan efek negatif bagi kita. Ancaman dinonaktifkan dari jabatan bahkan di-PHK, akan kita hadapi jika direktur atau manajer perusahaan tersinggung dengan perkataan benar yang kita sampaikan. Karena mereka bisa merusak reputasinya.

Kehilangan kasih-sayang jika perkataan benar yang kita ucapkan tak berkenan di hati orang yang kita sayangi juga harus kita tanggung. Bahkan, tak mustahil, orang yang kita cintai akan berubah menjadi memusuhi kita.
Tapi, apapun, perkataan benar harus tetap diucapkan, walau terasa pahit. Tak masalah orang di sekitar tidak menyangi atau bahkan memusuhi kita, yang penting Allah tetap menyayangi. Apa artinya sekuntum kasih sayang seseorang apabila itu justru membuat Allah murka kepada kita.

Agar perkataan benar itu bisa diterima dengan lapang dada, penting kita memahami cara menyampaikannya dengan lemah lembut. Upayakan agar orang yang ditakuti atau kita sayangi tak merasa ”diceramahi” dengan perkataan benar itu. Insyâ`allâh mereka akan ikhlas menerima. Wallâhu a’lam bish-shawâb.

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari notes ini.
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda bermanfaat.

Oleh : KH. Muhammad Idris Jauhari
Shared By Catatan-Catatan Islami Pages
 

APA ITU KESEMPURNAAN ?

Ini kisah pertemuan kembali dua sahabat yang sudah puluhan tahun berpisah. Mereka merindukan satu sama lain. Mereka bercerita, bersenda sambil minum kopi di sebuah café'. Awalnya topik yang dibicarakan adalah soal-soal nostalgia zaman sekolah dulu, namun pada akhirnya menyangkut kehidupan mereka sekarang ini. 

"Mengapa sampai sekarang kau belum menikah?" Ujar Latif kepada temannya Borhan yang sampai sekarang masih membujang. 

"Hmmm...sebenarnya sampai sekarang ini aku masih belum bertemu dengan seorang wanita yang sempurna. Itulah sebabnya aku masih membujang. Dulu waktu aku bekerja aku berjumpa dengan seorang wanita yang cantik dan bijak. Aku fikir itulah wanita yang ideal untuk aku dan sesuai dijadikan isteri." 

"Namun tidak lama selepas mengenalinya..ketika hubungan semakin dekat baru aku tahu dia sebenarnya amat sombong. Hubungan kami putus sampai di situ" 

“Setelah itu aku bertemu seorang perempaun yang cantik jelita, ramah dan dermawan. Pada pertemuan pertama aku begitu takjub. Jantungku berdenyut kencang dan ketika itu aku pun berfikir bahwa inilah wanita idealku. Namun selepas mengenalinya dengan lebih dekat baru aku tahu banyak tingkahlakunya yang tak baik dan tidak bertanggung jawab.”

”Kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita yang manis, baik, periang dan pintar. Dia sangat menyenangkan bila diajak berbicara. Selalu menyambung pembicaraan kami dan penuh humor. Tapi terakhir aku ketahui ia dari keluarga yang berpecah belah dan selalu meminta di luar kemampuan. Akhirnya kami berpisah." 

"Aku terus mencari, namun sering mendapati ada kekurangan dan kelemahan pada setiap wanita yang aku temui. Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan wanita ideal yang aku dambakan selama ini. Dia begitu cantik, pintar, baik hati , dermawan dan penuh humor. Dia juga sangat perhatian dan menyayangi orang lain. Aku fikir inilah pendamping hidup yang dikurniakan oleh Tuhan untuk aku..." 

"Kemudian bagaimana?" kata Latif tidak sabar melihat Borhan diam seketika. 

" Apa yang terjadi? Bagaimana hubungan kau dengan dia sekarang?" tanya Latif lagi sewaktu mendapati Borhan terus diam. 

Kemudian....Borhan bersuara perlahan,"Sebenarnya beberapa hari lalu baru aku mengetahui bahawa wanita itu juga sedang mencari seorang lelaki yang sempurna..." 

Faham dengan apa yg tersirat di atas? 

No body's Perfect! 
Jangn menyia-siakan siapapun yang ada di hadapan kita. 
Belum tentu kita akan mendapat lebih baik daripada apa yang kita ada sekarang. 

Kalau kita mahu mencari kesempurnaan, 
cermin dahulu diri, apakah sudah sempurna di mata org lain. 

Wahai Lelaki, luruskan wanita dengan jalan yang ditunjukkan Allah. 
Didiklah mereka dengan panduan daripada-Nya. 

Jangan coba jinakkan mereka dengan harta, 
karena nanti mereka semakin liar. 

Jangan menghibur mereka dengan kecantikan, 
karena nantinya mereka yang semakin menderita. 

Kenalkan mereka kepada Allah, zat yang kekal… 
karena di situlah puncak kekuatan dunia. 

Akal wanita setipis rambutnya, 
tebalkan ia dengan ilmu. 

Hatinya serapuh kaca, 
kuatkanlah dengan iman. 

Wanita tanpa iman, ilmu dan akhlak 
mereka tidak akan lurus bahkan membengkok. 

Bila wanita durhaka, 
dunia lelaki akan huru-hara. 

Lelaki pula janganlah mengharapkan ketaatan… 
tetapi binalah kepimpinan. 

Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Ilahi, 
pimpinlah diri sendiri kepada-Nya. 

Jinakkan diri kepada Allah, 
niscaya jinaklah segala di bawah pimpinanmu. 

Jangan mengharapkan isteri semulia Fatimah Az-Zahra, 
seandainya peribadi tidak sehebat Sayidina Ali Karamallahu Wajhah.....
Begitu jugalah sebaliknya


Sumber: Strawberry

Minggu, 29 Juli 2012

Proses tata cara pernikahan yang Islami


Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah

Minta Pertimbangan

Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.

Shalat Istikharah

Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.

Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

Khithbah (peminangan)

Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:

Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).

Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.

Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)

Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.

Melihat Wanita yang Dipinang

Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). 

Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:

Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.

Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.

Adanya ijab qabul.

Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. 

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.

Adanya Mahar (mas kawin)

Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu
dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.

Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

Adanya Wali

Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.1836).

Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.

Adanya Saksi-Saksi

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).

Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.

Walimah

Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:

"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,
sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no.6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).

Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat
kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.

Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar."
(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis
Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).

Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:
Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang dibawakan oleh Anas radliallahu 'anhu, katanya:
Dari Anas radliallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan perang Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanadhasan, seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih Bukhari 7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65)

Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai denganwasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018).

Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu 'anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:

"Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288).

Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89)

Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak" sebagai ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.
Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam.Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal banin." Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?" Aqil menjelaskan, ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan." Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 90)

Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah Taala memberikan kelapangan bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan: 74).

* Tujuan Pernikahan Dalam Islam *




Tujuan pernikahan menurut Islam yang sebenarnya adalah sebagai berikut:

1) Menjauhkan diri dari zina.
Allah Taala telah mentakdirkan bahwa lelaki ada nafsu/keinginan kepada perempuan. Perempuan juga ada nafsu dengan lelaki. Hakikat ini tidak dapat ditolak. Kita tidak dapat lari dari dorongan alamiah itu. Oleh karena itu untuk menyelamatkan keadaan maka tujuan kita menikah agar jangan sampai kita melakukan zina yang terkutuk. Mestilah kita menikah agar ia tersalur secara yang halal yang memang dibenarkan oleh Allah Taala yang Maha Pengasih.

2) Mendapatkan keturunan.
Daripada hubungan suami isteri itu, adalah sebagai sebab pertemuan benih kedua jenis manusia yang akan melahirkan zuriat (keturunan), anak-anak, cucu-cucu yang ingin sangat kita jaga, asuh, didik, diberi iman dan ilmu, agar menjadi hamba-hamba Allah yang berakhlak dan bertaqwa. Yang akan menyambung perjuangan Islam kita agar perjuangan Islam kita bersambung selepas kita mati. Memang setiap umat Islam yang belum rusak jiwanya sangat menginginkan generasi penerusnya.

3) Mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam.
Dari keturunan yang kita dapatkan dari pernikahan, kita inginkan anak yang akan kita didik menjadi seorang Islam yang sejati dan anak itu adalah merupakan aset kepada kita. Anak itu sendiri pula boleh menjadi harta dan tenaga kepada Islam.

4) Aset simpanan di akhirat.
Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil, dan berhasil pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang berguna, kemudian dia akan melahirkan cucu yang juga berjaya dididik secara Islam dengan sebaik-baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat sambung-menyambung. Itu adalah merupakan aset simpanan kita di Akhirat kelak
Sabda Rasulullah SAW:
Maksudnya: Apabila meninggalnya anak Adam maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara yaitu doa anak yang soleh, sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat Muslim)

5) Mewujudkan suatu masyarakat Islam.
Alangkah indahnya kalau Islam yang maha indah itu dapat menjadi budaya hidup sebagaimana yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa yang silam, selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan itu tinggal nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan ibadah. Itu pun tidak semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat ingin keindahan Islam itu dapat diwujudkan. Di dalam suasana keluarga pun jadilah, karena hari ini, hendak buat lebih dari itu memang amat sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu sekali karena hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ akan muncul masyarakat Islam yang lebih besar.

6) Menghibur hati Rasulullah SAW.
Seorang muslim bukan saja diperintah untuk mencari keredhaan Allah Taala tetapi diperintah juga untuk menghibur hati kekasih Allah Taala yaitu Rasulullah SAW, yang mana Rasulullah SAW sangat berbangga dengan ramainya pengikut atau umatnya di Akhirat kelak. Maka sebab itulah Rasulullah SAW menyuruh umatnya menikah.
Maksudnya: Bernikahlah kamu supaya kamu berketurunan dan supaya kamu menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan umatku yang ramai di hari Kiamat. (Riwayat Al Baihaqi)
Setiap umat Islam hendaknya apa yang menjadi kesukaan Rasul-Nya itulah juga kesukaan mereka.

7) Menambah jumlah umat Islam.
Kalaulah Rasulullah SAW berbangga dan bergembira dengan banyaknya umat, maka kita sepatutnya juga berbangga dengan ramainya umat Islam di dunia ini. Maka untuk memperbanyakkannya, lantaran itulah kita menikah. Jadi kita menikah itu ada bermotifkan untuk menambah jumlah umat Islam. Ada cita-cita Islam sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan sekadar sebatas hendak melepaskan nafsu seks seperti cita-cita kebanyakan manusia.

8) Menyambung zuriat/keturunan.
Menikah itu jangan sampai putus zuriat karena kita berbangga dapat menyambung zuriat yang menerima Islam sebagai agamanya dan dengan keturunan itulah orang kenal siapa asal-usul kita atau mereka.

9) Menghibur hamba Allah.
Tujuan-tujuan lain sebagai maksud tambahan daripada pernikahan bahwa setiap lelaki dan perempuan yang menjadi pasangan suami isteri hendaklah meniatkan satu sama lain hendak memberi hiburan kepada seorang hamba Allah Ta'ala yang inginkan hiburan, karena niat menghiburkan orang mukmin itu mendapat pahala.

Demikianlah beberapa tujuan pernikahan yang ada hubungan dengan kemajuan Islam. Nampak bahwa pernikahan itu bukan sekedar untuk memenuhi keperluan nafsu antara laki-laki dan perempuan, namun ada banyak tujuan-tujuan lain yang menghasilkan kemuliaan dalam Islam. Jika sudah memahami tujuan-tujuan tersebut, maka akan lebih mudah dalam memilih orang yang akan dijadikan pasangan hidup.

"Wallahu A'lam Bish Showab, semoga bermanfaat"

Gabung disini juga yuk!, insyaAllah bermanfaat ada motivasi dan inspirasi Islamhttp://www.facebook.com/putrykarisma

PERNIKAHAN

Sahabat Hikmah…
Tulisan ini kuperuntukkan kepada para isteri dan calon isteri, serta para suami dan calon suami.
Semoga setelah membacanya akan mendapatkan HIKMAH, sehingga memahami makna yang mendasar arti sebuah pernikahan sehingga cita-cita membentuk keluarga yang sakinah-mawaddah- warahmah dunia-akhirat akan tercapai.

PERNIKAHAN adalah proses IJAB - QOBUL antara ayah calon isteri atau walinya kepada calon suami dengan mas kawin yang telah ditentukan dengan disaksiakan oleh para saksi.

Dalam Al-Quran perjanjian ijab – qobul tersebut seperti perjanjian Allah ta’ala dengan Rasul-Nya yang disebut MITSAQON GHOLIZHO (Perjanjian yang berat) dan ‘arsy Allah bergetar karenanya.

Setelah proses IJAB - QOBUL tersebut, beralihlah tanggung jawab orang tua kepada suami. Pemenuhan kebutuhan lahir-batin, pembinaan dan perlindungan beralih kepada suami.

Dengan kata lain ….Suami Anda adalah wakil orang tua Anda.
Sehingga ketaatan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat kepada Allah) adalah seperti ketaatan kepada orang tua Anda.
Dan kedurhakaan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat) adalah seperti kedurhakaan kepada orang tua Anda.
Dan ridlo Allah sudah tergantung kepada ridlo suami Anda.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (artinya) :

" Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Hadits-hadits yang berkaitan dengan ini adalah sebagai berikut :

 Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hatimu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan dirinya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4: 34).

Dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau bersabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)

“ Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridho kepadanya , maka dia akan masuk surga " ( Ibnu Majah , Ath Tirmidzy , HR. Muttafaqun “Alaihi )

Al-Hushain bin Mihshan rahimahullahu menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Apakah engkau sudah bersuami?”

Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.”

“Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi.

Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.”

Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena SUAMIMU ADALAH SURGA DAN NERAKAMU.” (HR. Ahmad 4/341 dan selainnya, lihat Ash-Shahihah no. 2612) 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya."

"Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).”

(HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya olehAsy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366)

“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 3524)

Dalam riwayat Muslim (no. 3525) disebutkan dengan lafadz:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” 

Di dalam kisah gerhana matahari yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau melihat Surga dan neraka. Ketika ...beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya:

“ … Dan aku melihat NERAKA maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum WANITA.”

Para shahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, Mengapa (demikian)?”

Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.”

Kemudian mereka bertanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Allah?”

Beliau menjawab: “Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suami mereka, kufur (ingkar) terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Semoga bisa mengambil HIKMAH-nya
Wallahu a'alam bi shawab
wassalam